" Hanyalah sebuah catatan kaki perjalanan menikmati coretan-coretan tuhan di alam indonesia ini.. mencoba memahami keagunganNya.. menikmati.. dan mengabadikan potongan kisah bersama para sahabat, rekan dan orang-orang yang terlibat didalamnya.. karena hal-hal seperti ini tak layak untuk dilupakan.. dan selalu indah untuk dikenang "

Lestari alamku..... Lestari Indonesiaku..... Lestari duniaku.....

Minggu, 07 Februari 2010

xplor goa seden-buluh

Pagi itu, 20 juni 2008. pagi yang cerah. kami— Gw, Muhsin Cussi, Geblek, dan Didik—berangkat dari kampus ITB menuju terminal Caheum. Saat itu waktu menunjukkan pukul 10.00 WIB. Terlambat sekitar satu jam dari rencana keberangkatan semula.

dr ki ke ka : (alwin, didik, geblek, gw(arfan), cussi, muhsin)

Sesampainya di terminal caheum kami telah ditunggu oleh pak Taat, lelaki berdarah Cilacap yang saat itu sedang menjalankan studi pasca sarjana jurusan Geologi di ITB. Beliau ingin mengetahui bagaimana kami melakukan pemetaan gua Seden-Buluh dan juga mencari informasi tambahan dari penduduk tentang thesisnya terkait arah aliran hidrologi daerah karst. .

Perjalanan pun dilanjutkan dari Terminal Caheum menuju Pangandaran menggunakan Bus Budiman ber-AC. FYI, Tarif Bus Budiman dari terminal Caheum ke Pangandaran saat itu adalah Rp33.000,00, sebagai catatan yang non AC Rp 30.000,00 jadi cuma beda 3000 perak doank. Perjalanan tersebut memakan waktu sekitar 6 jam. Kemudian, kami melanjutkan perjalanan menggunakan bus Budiman jurusan Parigi yang selanjutnya kami charter hingga ke desa Masawah. Tepat di depan rumah kepala desa Masawah, Pak Tohidin.



Setelah menjelaskan maksud kedatangan kami kepada Pak Tohidin, kami pun dipersilahkan untuk beristirahat dan bermalam disana. malam itu juga kita berdiskusi dengan bebeapa warga terkait dengan apa yang ingin kami lakukan didesa tersebut.




esoknya pukul 9.00 WIB, kami berangkat menuju mulut gua Seden ditemani seorang penduduk setempat—yang ditugaskan oleh pak kepala desa (pak Kuwu). Di dekat mulut gua, kami mempersiapkan segala peralatan yang dibutuhkan. Beberapa peralatan yang kami bawa saat itu, antara lain : 4 overall, 4 helm, 4 sepatu boots, 3 headlamp, 2 senter anti air, perahu kecil untuk peralatan, 2 pelampung, meteran, klinometer, kompas, kertas, dan alat tulis. Tak lupa kami membawa 2 botol air minum dan beberapa snack.


ini alat-alat mapping yang kita gunakan (kompas geologi, klinometer sunto dan meteran)


FYI, gua yang akan kami petakan ini merupakan gua sungai bawah tanah. rata-rata ketinggian airnya sekitar 1 meter. Tim yang memetakan terdiri dari 4 orang, yaitu Gw, Geblek, Cusi dan Muhsin. Sedangkan tim basecamp yang menunggudi mulut gua terdiri dari 2 orang, yaitu Didik dan Pak Taat.

Setelah semuanya siap, kami pun masuk ke gua. Di depan mulut gua ketinggian air sekitar 120 cm. Otomatis overall kami basah dan rasa dingin perlahan merayap ke dalam tubuh kami. Brrr!!! awalnya kami ingin pake tali tampar yang diikatkan pada tubuh kami ( safety procedur klo2 muka air naik atau klo aja kita nanti tersesat ), tapi karena ribet dan males ditunjang intuisi kami bahwa kita akan aman2 saja, yah kita ga jadi pake itu tali.


Pengukuran pun dimulai, muhsin sebagai stasioner yang berada paling depan bertugas menentukan titik stasiun. Cussi sebagai shooter yang bertugas membidik stasioner dengan klinometer guna mengetahui kemiringan vertical gua. dan gw sebagai deskriptor yang bertugas menggambar kondisi gua dan mencatat data pengukuran. Sedangkan Geblek bertugas sebagai fotografer.

>> cussy lagi nembak pake klino


Satu jam pertama merupakan satu jam terberat bagi kami. Kondisi gua yang memiliki ketinggian air mencapai 180 cm itu benar-benar menyulitkan kami. Baju yang basah dan udara gua yang lembab membuat kami merasakan kedinginan yang amat sangat. Dalam satu jam itu, kami hanya dapat memetakan gua sepanjang kira-kira 30 m.

>> muhsin sang stasioner




Beruntung, setelah 30 meter dari mulut gua Seden ada rekahan yang tersambung ke permukaan sehingga kami dapat naik dulu ke atas tempat tim basecamp. Kami pun beristirahat sambil minum kopi hangat guna mengembalikan kehangatan tubuh kami yang tadi dirampas oleh air gua yang dingin. Setelah puas beristirahat, kami pun kembali memetakan gua Seden-Buluh dengan perubahan strategi kerja. Geblek yang semula bertugas sebagai fotografer diberdayakan sebagai pengukur guna membantu dan mempercepat pekerjaan ukur-mengukur.


Pekerjaan pun kami mu lai kembali. Semakin lama, kami pun semakin dalam menembus dasar bumi tersebut. Semakin indah juga pemandangan-pemandangan yang kami lihat disana.

Ornamen-ornamen putih berupa flowstone, curtain, canopy, dll yang berkilau ketika terkena sinar senter, serangga -se rang ga aneh, kelelawar, serta ikan2 albino membuat saya merasa takjub dan kagum atas cip taan-Nya itu. Perjalanan kami memetakan gua tersebut bervariasi. Terkadang kami harus jalan jongkok, menunduk, berenang dan berjalan guna melanjutk an perjalanan menembus perut bumi itu. namun kami benar-benar menikmatinya


>> perahu flinstone bersandar dekat canopy







goa = kolam renang

canda ria ditengah indahnya gelap

Kemudian tak terasa tiga jam sudah kami memetakan gua Seden-Buluh. Kemudian secercah cahaya terlihat di depan kami. Di sana mulut gua Sodong Buluh telah menganga menunggu kami yang menggigil kedinginan. Cahaya matahari menyambut kami keluar dari kegelapan gua yang pekat. kita istirahat sebentar di atas mulut goa seden, makanan (nasi, ikan, sayur), kopi ABC susu, djarum super, m
enantiku di sana. hehehe....

suasana istirahat disiang hari


@selasa, 22 juni 2008

Hari itu kami bangun agak siang. Rencananya siang ini kami akan kembali ke gua guna mendokumentasikan lebih banyak gua Seden-Buluh. Jam 11 kami berangkat ke sana ditemani teriknya matahari daerah pantai. Puanass pisan euy! Kemudian kami pun masuk melalui mulut gua Sodong Buluh dan mulai mendokumentasi. Kira-kira satu setengah jam lamanya kami menulusuri gua dan mendokumentasikan keindahan di dalamnya.

Seusai itu, kami pun kembali ke rumah pak Kades dan menunggu kang Diky yang rencananya sore itu akan menyusul ke desa Masawah bersama tim LVG. Sekitar pukul 4 sore, kang Diky tiba di rumah pak Kades bersama timnya. Kang Diky pun bertegur sapa dengan bu Kades dan segera meminta pamit untuk mempersiapkan tenda di dekat mulut gua Seden. Kami yang saat itu sedang bersantai segera diberdayakan guna mempersiapkan segala hal yang perlu disiapkan. Malam itu gw, muhsin, dan geblek bermalam ditenda tim LVG.


suasana malam hari di tenda biru LVG

esoknya rabu, turun hujan. Hujan yang pertama bagi desa yang sudah 4 bulan tidak turun hujan. Di saat itu Gw dan beberapa orang dari tim LVG masuk ke gua Seden-Buluh guna memasang katoda. Seusai pemasangan katoda dan bersa
ntai ria sebentar, kami bersiap-siap untuk kembali ke Bandung. Sekitar pukul 11.30 WIB kami pun pamit kepada bu Kades untuk pulang ke Bandung.


goodbye masawah.. see u next time


Tidak ada komentar:

Posting Komentar