" Hanyalah sebuah catatan kaki perjalanan menikmati coretan-coretan tuhan di alam indonesia ini.. mencoba memahami keagunganNya.. menikmati.. dan mengabadikan potongan kisah bersama para sahabat, rekan dan orang-orang yang terlibat didalamnya.. karena hal-hal seperti ini tak layak untuk dilupakan.. dan selalu indah untuk dikenang "

Lestari alamku..... Lestari Indonesiaku..... Lestari duniaku.....

Rabu, 25 Januari 2012

Semeru

Pagi itu di tengah september 2011, Latar : Ranu Kumbolo, musik : pelangi dan matahari (Ipang), peraduan danau dan sabana diintip mentari disela-sela dua bukit yang tak kuasa menerobos embun pagi. menjadikannya indah. Romantis. Belum lagi para belibis muda bermain di pinggir danau memamerkan kebebasannya, suatu yang jarang dan sulit dijangkau bagi mereka sebagian manusia yang berada di kongo, irak, dan belahan dunia lainnya. Sani (24) memainkan trangia untuk membuat kopi, lainnya Cus (23) dan Arya (27) masih meringkuk dalam tenda, sedang aku berpegang kamera dengan sesekali mengabadikan coretan-coretan tuhan nan indah yang terlihat didepanku. Kembali ke dua hari yang lalu kami berjumpa siang itu di rumah Arya, Sani melesat dari Semarang, Cus melompat dari Bali dan aku meluncur dari Bandung bertemu disana hanya untuk menjadikan konspirasi by phone beberapa waktu lalu dengan tema “Mahameru” benar-benar terlaksana. Kami masih setengah jalan dalam misi ini, tapi indahnya danau didepan kami dan harum kepulan asap kopi hitam seakan-akan membisikkan untuk berhenti tidak beranjak dari tempat ini. Saya pikir sungguh romantis tempat ini. Cobalah.




Perjalanan menuju Ranu Kumbolo



Ranu Kumbolo di Pagi Hari




Tanjakan cinta dan Ranu Kumbolo




Dilain pagi esoknya, Latar : lereng semeru, 50 meter mendekati puncak, musik: mahadewi (Padi), berjuta bintang menyapa kami yang lelah, yang lalu berpeluh, yang setiap lima meter berhenti langkah, sejenak mendongak keatas, mencari nafas. tak terasa hampir empat jam sudah kami berjalan dari kalimati tempat kami meninggalkan tenda. Bagi Cus, Cinta itu seperti naik gunung. Perlu usaha, persiapan, aksi bukan sekedar kata, proses, pengorbanan, dan ketika kamu mencapai puncaknya,, semuanya akan terlihat indah.. tepat jam 5.45 pagi akhirnya kami sampai di puncak tertinggi jawa, Mahameru, Untuk kali itu, detik itu, kami, belasan manusia berbagi tempat menjadi orang tertinggi setanah jawa.. Setidaknya, kami pernah merasakan posisi yang lebih tinggi daripada pejabat-pejabat tinggi yang sibuk memainkan uang setan hasil palakan para iblis dilingkaran jahanam. Sukacita, Bahagia, Bangga, Narsis, Diam, menjadi satu. Letupan semeru kadang-kadang muncul menjadikan suasana lebih seru, belum lagi bincang-bincang dengan pendaki lain menjadi santapan pagi yang bersahabat.


Mahameru



berbagi cerita di puncak



soe hok gie dan idhan lubis




semburat indah

Tak kurang sejam kami disana berbagi ria dan syukur, kami usaikan untuk meluncur turun.




lereng semeru


Saya berbisik dalam hati sambil melayangkan benak pada seseorang di bandung sana, untuk kasus semeru, cinta itu tidak seperti mendaki gunung, karena sesuatu yang indah dan sulit didefinisikan dengan kata, sesuatu yang yang benar-benar tidak bisa kamu bohongi secara logika dan hati nurani kadang-kadang tidak selalu berada di puncak. Sekali ini aku menemukannya di Ranu Kumbolo.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar